Perjalananku dengan Skizofrenia (1)

Skizofrenia ini merupakan salah satu mental illness. Skizofrenia merupakan gangguan kejiwaan kronis ketika pengidapnya mengalami halusinasi, delusi, kekacauan berpikir dan perubahan sikap. Selain itu, susah juga membedakan kenyataan dan pikiran kita sendiri. Skizofrenia ini terjadi karena ketidak seimbangan kimia dalam otak, menurut dokter yang menangani saya waktu itu karena pelepasan hormon dopamin terlalu banyak. Hormon dopamin itu yang menyebabkan kita bahagia. Skizofrenia banyak macamnya. Kebetulan saya mengidap skizofrenia paranoid. Apa itu? Skizofrenia paranoid adalah skizofrenia yang paling umum terjadi, biasanya gejalanya delusi dan halusinasi terhadap ketakutan tertentu. Penderita yang mengalami skizofrenia paranoid biasanya memiliki kecurigaan berlebih sehingga sulit mengendalikan emosi atau keinginannya. Persis yang terjadi kepada saya. 

.                           Sumber: google.com

Flashback awal bulan tahun 2019 saat saya menjalani kuliah selama 7 tahun dan hampir DO, saya menjalani skripsi. Rasanya stres banget waktu itu. Banyak pikiran tentang kuliah dan keluarga, dan saya pendam sendiri. Akhirnya saya mengalami delusi (waham) dan halusinasi. Delusi (waham) itu keyakinan atau kenyataan semu yang diyakini terus menerus meskipun berlawanan. Sedangkan, halusinasi adalah persepsi setelah melihat, mendengar dan merasakan sesuatu yang benar-benar tidak ada. Keduanya sudah saya rasakan tetapi saya mempercayai kenyataan semu tersebut dan tidak pernah cerita ke siapa pun tentang apa yang terjadi pada saya. Saya curiga ke semua orang termasuk orang tua saya, adik saya, sahabat saya dan orang-orang terdekat. Sempat terdengar berbagai macam bisikan di telinga yang menyebabkan saya tidak fokus, melamun, menyendiri, ngomong sendiri dan termenung. 

Setelah saya mengalami delusi dan halusinasi, saya juga mengalami hal-hal di luar nalar semacam kerasukan (saya bangun pagi tiba-tiba badan bergerak sendiri seperti membantingkan badan di kasur), anggota tubuh yang bergerak sendiri tanpa kontrol dari saya, sering mimpi buruk jadi saya tidak bisa tidur malam. Aslinya saya sudah susah tidur itu sejak tahun 2014 (saat kuliah semester 3), tapi saya ga aware dengan keadaan saya itu. Saya biarkan saja sampai akhirnya saya benar-benar beberapa hari tidak tidur. Setiap malam, saya habiskan untuk nonton film, mendengarkan musik, baca-baca yang tidak jelas, scrolling sosmed, bisa tidur kalau sudah habis subuh. Semuanya terasa berantakan sekali. Pagi jadinya untuk tidur. Hal tersebut terulang dan saya tetap menjalani rutinitas tersebut. Padahal kalau kita sudah tidak bisa tidur di malam hari itu pertanda kesehatan kita tertanggu. Jadi untuk teman-teman semua, lebih aware ya dengan kesehatan kalian terutama kesehatan mental kita. 

Tambah lagi saya orangnya tidak pernah cerita masalah saya ke orang lain bahkan orang tua, padahal teman-teman saya suka lo cerita ke saya tentang rahasia mereka. Apa ada yang seperti saya juga? Kadang cerita ke stranger malah lebih suka lewat aplikasi chatting gitu. Soalnya menurutku kalau cerita ke orang yang tidak kita kenal malah membuat saya plong karena itu tadi saya tidak kenal jadi pasti dibiarkan berlalu saja cerita saya. Saya juga sempat chat ke psikolog online, saking stressnya dengan keadaan saya saat itu. Jadi, buat teman-teman yang lain terbuka ya dengan khususnya orang tua alias selalu cerita ke orang tua tentang keadaan kita karena sejauh apa kita pergi, bermacam-macam orang yang kita temui (ajak bicara), kita kembali ke orang tua. Selalu terbuka dan jujur apa adanya. Oke, lanjutan cerita saya mengenai pengobatan hingga saya seperti sekarang ini, saya lanjutkan di postingan blog lainnya ya. See you! Semoga kita selalu dalam keadaan sehat. Aamiin ðŸ¤—




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Film: When Life Gives You Tangerines (2025)

Review Buku: Educated (Terdidik).

Kenapa Antibiotik Harus Dihabiskan?