Perjalananku dengan Skizofrenia (2)

Sebelumnya, saya sudah bercerita mengenai mental illness yang saya alami di postingan blog sebelumnya (klik). Saya bercerita mengenai apa yang saya alami dan rasakan ini supaya saya bisa dengan tenang dan damai berdampingan menjaga kesehatan mental saya. Supaya saya bisa plong dan bisa dibaca orang lain walaupun sedikit orang yang membaca ini tidak apa. Agar mereka bisa aware dengan kesehatan mereka khususnya kesehatan mentalnya. Saya tidak malu tentang apa yang saya alami, karena Skizofrenia masih dianggap tabu untuk dibahas apalagi di desa tempat saya tinggal. 

.                 Sumber: google.com

Langsung cerita lagi ya, setelah 3 bulan awal tahun 2019, saya terbiasa dengan delusi dan halusinasi serta menganggapnya nyata. Saya diam dan tidak cerita dengan orang lain (itu kesalahan saya). Sampai saya seminar proposal di kampus (kalau tidak salah juni 2019) dalam keadaan tersebut. Saya mendengar bisikan-bisikan yang menyudutkan banyak pihak, curiga ke semua orang. Tapi alhamdulillahnya, nilai saya seminar proposal mencukupi untuk lanjut ke tahap sidang. Saya lega sekali. Banyak teman-teman dan sahabat saya yang datang melihat saya seminar proposal waktu itu. Itu yang membuat saya terharu. Terimakasih bagi teman dan sahabat yang membantu waktu itu, saya bersyukur bisa mengenal kalian. 

Selang waktu 2 bulan, saya tidak bisa tidur berhari-hari. Saya juga sempat berteriak-teriak di kosan yang juga menganggu teman kos lain. Beberapa hari kemudian, saya seperti orang linglung di jalanan. Untung ada tukang jual nasi langganan saya yang hafal dengan saya. Saya diberi minum dan makan. Sampai akhirnya saya dijemput ibu penjaga kos dan beberapa sahabat saya. Kemudian, orang tua beserta adik saya menyusul ke kosan saya di Jember. Ternyata tahu dari sahabat saya yang nelfon memberi kabar. Saya dibawa pulang orang tua saya, di jalan menuju pulang ke rumah, saya sempat pengen kabur ke jalanan karena mendengar bisikan-bisikan di telinga. Benar-benar menganggu sekali. Sesampainya di rumah, saya tidak bisa tidur, mimpi buruk, dan ngomong sendiri tanpa henti. Beruntungnya, ada ibu saya yang sabar menjaga saya. Terimakasih ibu untuk ketulusannya. Saya akan selalu mengingatnya.

Beberapa hari berlalu, saya dibawa orang tua saya ke psikiater di kota tempat kami tinggal. Disana saya bertemu banyak pasien, ada anak kuliahan dan usia lansia. Banyak permasalahannya. Sampai akhirnya urutan saya masuk ruangan psikiaternya, saya diantar ibu masuk, lalu psikiater menyuruh ibu saya keluar ruangan, tinggalah saya dan psikiater saja. Saya ditanyai apa yang saya rasakan saat itu, kemudian saya bercerita mengenai trauma yang saya alami. Sampai nangis sesengukan. Psikiater mendengarkan dengan sabar dan tanpa memotong cerita saya. Setelah selesai, saya disuruh menunggu di luar ruangan dan ibu saya masuk ruangan psikiater tadi. Saya tidak tahu menahu kalau ternyata diresepkan obat yaitu Risperidone dan Clozapine. Harus resep dokter ya. Aturan minumnya harus sesuasi resep ya. Semuanya diminum setelah makan. Jadi, selama kurang lebih 6 bulan, saya diberi obat ibu tanpa sepengetahuan saya, caranya dimasukkan di minuman yaitu teh hangat. Saya sama sekali tidak tahu mengenai itu dan saya sama sekali tidak curiga dengan ibu kalau diberi obat. Soalnya kalau sakit biasanya memang selalu dibikinkan teh hangat.

Setelah kurang lebih 6 bulan lamanya, saya mengkonsumsi obat dari psikiater, saya sudah tidak mendengar bisikan lagi namun untuk pikiran-pikiran negatif masih sering terlintas. Psikiater berpesan pada saya untuk selalu rutin minum obat. Karena dengan obat itu saya bisa stabil. Psikiater bilang ke saya kalau saya bisa sembuh karena obat itu tadi, dan saya sudah cocok dengan obatnya. Benar-benar suatu keajaiban buat saya. 

Oiya, flashback lagi di bulan september 2019, saya balik lagi ke Jember ditemani ibu saya untuk sidang skripsi. Saat itu saya ngotot tidak mau ditemani ibu saya karena saya merasa tidak apa-apa pada diri saya padahal saya harus minum obat yang diawasi oleh ibu itu tadi. Saya masih dalam kondisi delusi dan halusinasi serta pikiran-pikiran negatif. Alhamdulillah, saya berhasil menyelesaikan sidang skripsi dengan nilai AB. Saya sangat bersyukur bisa menyelesaikan kuliah saya yang hampir DO waktu itu. Semua karena doa dan bantuan orang tua saya juga orang-orang terdekat saya yang membantu baik melalui dukungan kata-kata dan bantuan lainnya. Tanpa mereka, saya mungkin tidak bisa menyelesaikannya. Untuk lanjutannya, saya cerita di postingan selanjutnya ya, teman-teman. Terimakasih sudah mau membaca. 🤗


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tips Menyapih Anak dengan Kasih Sayang.

Review Film: Jatuh Cinta Seperti di Film-Film (2023).

Review Wisata : Rawa Pening Ambarawa.