Hutang Bank Sudah Menjadi Gaya Hidup

Di desa tempatku asal, kali ini masyarakatnya berbondong-bondong hutang bank. Baik itu bank harian atau bank yang bayarnya 3 bulanan sekali. Bukan hanya satu atau tiga keluarga (kebanyakan istrinya yang hutang) tapi sudah lebih dari 10 orang. Kebiasaan hutang bank sudah dijadikan sebagai gaya hidup. Sebab mereka hutang bank untuk memenuhi kehidupan sehari-harinya seperti beli baju dan makan, sedangkan seharusnya hutang bank itu sebelumnya sudah harus mikir bagaimana cara membayarnya nanti. Memang hutang banknya mudah, tapi mikir juga bagaimana cara membayarnya. Itu seharusnya yang dipikirnya sebelum hutang bank. 

Sepertinya juga saat itu musim kemarau dan hasil panen bawang merah tidak bagus sehingga banyak masyarakat yang memutuskan untuk hutang bank. Karena petani biasanya yang tidak punya sawah sendiri memilih untuk membeli sawah tahunan---biasanya bayarnya 5 juta tiap 1 ru tanah. Itu juga mereka lebih memilih hutang bank untuk modal menanam bawang merah. Mulai dari membayar sawah tahunan dan modal untuk menanam bawang merah (obat pertanian, pupuk kompos, pupuk sintetik), mereka memilih meminjam uang di bank. Saat itu mereka hasil panennya tidak baik sebab cuaca dan iklim. Akhirnya masyarakat banyak yang hutang bank demi menutupi kegagalan dalam menanam bawang merah. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari bahkan untuk membeli baju bagi para ibu.

Hal lain yang membuat mereka hutang bank adalah karena gaya hidup yang tidak sesuai. Banyak dari mereka yang makannya tidak menerima sesuai kemampuan mereka. Sepele banget lo masalah makan ini tapi begitu rumit kalau kita tidak bisa menerima. Mungkin bayangan kalian kalau petani itu menanam sayuran dan lain-lainnya untuk kebutuhan hidup jadi tinggal petik saja. Jadi, kalau makan enak tinggal ambil panenan sawah. Bagaimana kalau petani yang tidak punya sawah sendiri? Atau tidak punya lahan buat menanam sayur dan lain-lain? Kebanyakan juga para ibu di keluarga itu yang hutang bank, bahkan tanpa sepengetahuan suaminya. Banyak banget di desa tempat saya tinggal sini. Hutang bank untuk membeli baju, bukan untuk membuka usaha misalnya. Buka usaha pun perlu diperhitungkan matang-matang. Bagaimana misal usaha tidak laris dan lain-lain, bagaimana cara membayar hutang bank yang bunga banknya kian naik tiap bulan. 

Banyak masyarakat yang akhirnya minggat atau pergi dari rumah tanpa sepengetahuan pihak keluarga (bahkan suaminya), agar tidak ditarik uangnya oleh pihak bank. Ada juga suami istri yang pergi dari rumahnya sini agar terhindar dari pihak bank yang bersangkutan. Sudah banyak terjadi. Ada juga yang istrinya pergi menjadi pekerja migran untuk membayar hutang bank. Itu terjadi pada 10 keluarga di desa saya ini, lebih malah. Di rumah anak mereka dibesarkan oleh nenek mereka, bukan suami mereka. Bukan hanya di sinetron belaka kejadian itu, di desa saya juga banyak. Para pekerja migran wanita banyak bekerja di Malaysia, Taiwan, Arab dan paling banyak di Hongkong. Sebelum mereka berangkat kerja di luar negeri, ada pelatihan dulu biasanya 3 bulan. Kemudian kontrak kerja dan berangkata kalau sudah memenuhi semua. Sampai saat ini mereka berangkat lancar-lancar saja ridak ada kendala untungnya. Para pekerja migran ini perlu dilindungi karena mereka pencari nafkah untuk keluarganya yang kebanyakan terlilit hutang yang banyak dan pergi bekerja di luar negeri merupakan jalan satu-satunya menurut mereka. 

Di desa saya sini tidak ada pelatihan untuk para ibu atau anak muda. Anak muda di desa saya juga kebanyakan nganggur kalau tidak di sawah. Tidak ada juga usaha yang melibatkan mereka untuk terjun langsung. Saya aslinya pengen membuat lapangan pekerjaan untuk para anak muda yang nggangur dan para ibu-ibu ini supaya bisa istilahnya nyambi untuk biaya kebutuhan hidup tanpa harus meninggalkan keluarganya jauh di luar negeri. Semoga salah satu yang saya inginkan ini bisa terwujud nanti. Aamiin. Yang saya tekankan dari apa yang saya tulis sampai sini adalah kita perlu pikir berulang kali untuk hutang bank sebab bagaimana cara membayarnya dan bagaimana kalau bunga banknnya makin banyak bukan dijadikan sebagai gaya hidup. Kita bisa stres memikirkan itu semua. Jadi, persiapan secara matang saat mau hutang bank. Kalau tidak bisa bayar, kita sendiri yang rugi. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Film: When Life Gives You Tangerines (2025)

Review Buku: Educated (Terdidik).

Kenapa Antibiotik Harus Dihabiskan?