Ibu menamaiku, Ayah memimpikanku
Teruntuk ibuku, saya berterimakasih karena sudah diberi nama ini. Katanya dulu pas saya tanya kok namanya seperti sekarang, jawabnya karena terinspirasi pendekar India dan pelukis favoritnya. Jujur, saya agak risih dulunya menanggapi bahwa waktu sekolah dan kuliah dulu, banyak banget yang mengira nama saya ini namanya anak laki-laki. Apa masalahnya sih kalau nama itu bisa unisex? Kita terlalu terpacu bahwa nama ini atau itu misalnya adalah "biasanya perempuan dan laki-laki" Menurutku perlu adanya cara pandang baru mengenai penamaan seorang anak tidak dapat label bahwa "seperti nama laki-laki saja?---misalnya, atau sebaliknya. Setelah saya pikir-pikir, ibu yang memberi nama pada saya. Dan banyak yang bilang nama itu doa orang tua. Seperti doa orang tua saya tentang nama saya tidak terepenuhi untuk sekarang. Apakah orang awam alias biasa seperti saya ini bisa disebut seorang pendekar? Notabene seorang pendekar itu selalu membela yang lemah dan benar. Seperti itu juga tidak ada pada saya. Seorang pelukis? Saya orang yang tidak bisa menggambar. Gambaran atau lukisan saya terbilang jelek kalau menurut saya. Itu juga tidak ada pada diri saya. Maafkan aku, Ibu. Aku belum seperti doamu untuk saat ini. Apakah bisa juga kalau memberi nama pada anak itu tidak termasuk kategori "doa"? Mungkin saja juga waktu itu karena lagi suka saja dengan kata itu. Bisa juga kan? Tapi terlepas dari Ibu saya memberi nama itu kepada saya. Saya berterimakasih, sekali lagi. Saya suka sekali dengan nama yang diberikan Ibu untuk diri saya.
Teruntuk, Ayah. Ayah seseorang yang memimpikanku. Ayah itu merupakan orang yang sangat pekerja keras. Terimakasih ayah sudah bekerja keras untuk kami---anak dan istri ayah yaitu ibu. Ayah adalah orang pertama yang memimpikanku untuk menjadi sesuatu dari dulu. Sebab Ayah dulu orang yang dikucilkan oleh tetangga, dan Ayah membuktikan itu kepada semua orang bahwa Ayah tidak seperti yang mereka kira. Sekaramg, nyatanya, saya tidak menjadi "sesuatu" yamg ayah inginkan dari dulu. Maafkan, saya ya ayah. Semua impian ayah tentang saya hancur tidak sesuai keinginan ayah. Tapi, ayah tetap menerima saya apa adanya. Bahkan dulu saya sempat tidak bersyukur memiliki ayah padahal ayah begitu baiknya dengan saya. Karena ayah sudah menerima saya dengan ikhlas, saya juga menerima ayah tanpa embel-embel. Terimakasih, Ayah atas pengorbanan, kerja keras dan menerima saya yang tidak sesuai keinginan ayah. Saya janji, saya akan menjadi anak yang bisa dibanggakan kelak. Mungkin tidak untuk saat ini. Tetapi kelak dan nanti, jika Tuhan berkehendak. Menjadi kebanggaan ayah tetapi sesuai keinginanku.
Teruntuk Ibu dan Ayah. Untuk saat ini, saya belum bisa memberi apapun yang mungkin membuat kalian bahagia dan untuk dibanggakan. Tetapi di setiap hari tidak pernah lupa, saya selalu mendoakan Ayah dan Ibu agar selalu sehat dan terberkati oleh Tuhan di setiap keadaan dan tempat. Aslinya, saya nulis ini karena saya kangen sama Ayah dan Ibu. Sudah itu saja.
Komentar
Posting Komentar